Desain Arsitektur Paviliun Promosi Wisata NTT (Belajar dari World Expo 2025 Osaka Jepang)
Paul J. Andjelicus
ASN Dinas Parekraf Provinsi NTT
Anggota Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Provinsi NTT
Rencana pemerintah Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk membangun 10 restoran khas NTT di 10 kota di Indonesia yang akan dimulai di Denpasar Bali, merupakan langkah nyata memperkenalkan potensi wisata dan industri ekonomi kreatif NTT di luar daerah dan dunia. Ini sejalan dengan Dasa Cita Program Strategis Provinsi NTT 2025-2029, khususnya Program Ketiga : “Wisata sebagai Penggerak Ekonomi Lokal”, melalui upaya memperkuat ekowisata dan wisata budaya berbasis komunitas sebagai penggerak ekonomi lokal, menampilkan jati diri dan pesona NTT kepada dunia. Potensi wisata NTT memang sangat besar, terdapat 1637 destinasi wisata yang tersebar di semua 22 kabupaten dan kota yang terdiri dari 759 daya tarik wisata alam, 762 daya tarik wisata budaya dan 116 daya tarik wisata buatan. Ditunjang kekayaan industri ekonomi kreatif dan yang terbanyak pada sub sektor kuliner, fashion dan kriya dengan sekitar 10.803 pelaku ekonomi kreatif. Seperti sub sektor kriya yaitu tenun adat NTT yang terdiri dari 726 Motif Tenun (Dekranasda NTT,2024). Selanjutnya kekayaan budaya NTT juga begitu banyak dengan sekitar 16 suku asli yang menghasilkan tata cara budaya yang berbeda – beda seperti ratusan bahasa / dialek dan 14 ragam rumah adat / rumah tradisional.
Gagasan membangun restoran khas NTT di 10 kota besar Indonesia yang rencananya termasuk sentra promosi pariwisata dan investasi di luar daerah NTT merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kunjungan, lama tinggal dan belanja wisatawan di NTT. Ini termasuk promosi wisata secara langsung ini, dilakukan dengan mengikuti pameran promosi dan menghadirkan pusat informasi wisata di suatu di kota, daerah maupun negara yang menjadi target upaya peningkatan wisatawan. Strategi ini bukan hanya dilihat dari upaya peningkatan jumlah kunjungan wisatawan tetapi juga upaya membuka pasar wisatawan yang baru bagi daerah atau negara yang masih kecil jumlah kunjungan wisatawannya.
Kehadiran anjungan atau paviliun NTT di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta sekitar tahun 1980-an merupakan langkah pertama promosi wisata NTT. Dalam kompleks seluas sekitar 7000 m persegi tersebut dibangun beberapa model rumah adat / rumah tradisional baik replika yang asli maupun sudah ada sentuhan atau modifikasi dengan arsitektur modern. Gerbang masuk kawasan ditempatkan ikon Komodo dan bangunan utama anjungan adalah bangunan dengan model rumah adat Ende Sao Ria.


Kegiatan promosi wisata NTT mulai dilakukan secara intensif dalam 10 tahun terakhir melalui keikutsertaan dalam berbagai ajang promosi wisata baik dalam maupun luar negeri. Kehadiran tersebut ditandai dengan kehadiran stan pameran atau booth yang sudah disiapkan dan juga membuat stan atau paviliun di area yang disiapkan. Contohnya pada ajang World Travel Mart (WTM) ke – 40 di London, Inggris tahun 2019. NTT hadir pertama kali dengan booth atau paviliun Exotic NTT seluas sekitar 37 m2 untuk mempromosikan pariwisata NTT yang kaya akan aneka ragam budaya, keindahan alam serta masyarakat yang ramah dan unik. Desain booth Exotic NTT pada saat itu menampilkan 2 (dua) ikon utama wisata NTT yaitu Komodo dan Danau Kelimutu Ende. Sementara pada WTM London 2017, walaupun tidak berpartisipasi secara langsung namun kehadiran NTT di Paviliun Indonesia ditandai dengan bangunan rumah adat Sumba yang disebut Uma Mbatangu.

Istilah paviliun dan booth sering dipakai dalam kegiatan pameran untuk merujuk pada tempat melakukan pameran atau suatu produk. Pengertian paviliun adalah sebuah ruang terbuka berarsitektur fleksibel yang mengundang orang untuk masuk dan menghabiskan waktu di dalamnya. Konsep paviliun dapat digunakan sebagai tempat berteduh, tempat duduk, titik pertemuan, kafe, teater, atau untuk berbagai kegiatan seperti kuliah, acara, pameran, olahraga, bermain, relaksasi, bekerja, dan banyak lagi. Paviliun merupakan bangunan tambahan yang dapat digunakan sebagai tempat tinggal, tempat berkumpul, tempat rekreasi, dan masih banyak lagi dan dapat bersifat sementara atau permanen, tergantung pada kebutuhan pengguna. Sementara booth sendiri artinya tempat yang berlokasi di anjungan yang disediakan dalam bentuk area yang dibatasi dengan luasan tertentu digunakan sebagai ajang promosi, produk, jasa dan layanan masyarakat.
Saat ini sedang berlangsung World Expo di Osaka di Jepang, dari 13 April hingga 13 Oktober 2025, yang merupakan ajang pameran berskala internasional yang mempertemukan berbagai negara untuk menampilkan inovasi, budaya, serta potensi kerja sama global dengan tema “Designing Future Society for Our Lives”. Indonesia ikut serta dengan menyiapkan Paviliun Indonesia yang mengambil tema “Thriving in Harmony – Nature, Culture, Future” atau mengharmoniskan alam, budaya, dan masa depan. Tema ini terinspirasi oleh filosofi Bali “Tri Hita Karana” yang mengajarkan pentingnya keseimbangan antara manusia, alam dan Tuhan. Konsep desain paviliun dirancang oleh tim kerja dari mitra pihak ketiga seperti PT. Deta Decon, yang bertanggung jawab atas bagian eksterior dengan salah satu anggota arsitek adalah Ar. Bagus Diwangkoro,IAI. Sementara untuk bagian interior banyak pihak yang terlibat dan salah satunya adalah Didit Hediprasetyo Foundation (DHF).
Bentuk dasar paviliun merupakan stilasi bentuk badan kapal yang menjulang tinggi ke atas. Stilasi merupakan cara untuk mengubah bentuk asli objek dari berbagai arah. Teknik ini dilakukan untuk menghasilkan bentuk baru yang bervariasi dan dekoratif, namun ciri bentuk aslinya masih dapat dilihat. Desain paviliun yang menjulang ke atas merepresentasikan sebuah pandangan yang optimistik, visioner, senantiasa bertumbuh, berkelanjutan dan merefleksikan sebuah kebanggaan sebagai bangsa Indonesia yang maju. Pemilihan bentuk dasar perahu melambangkan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar dengan budaya maritim yang kuat sejak dulu. Perahu menjadi sarana menjalin hubungan berbagai komunitas yang beragam, sarana yang sangat melekat pada aktivitas sehari-hari masyarakat Indonesia dan membangun perdagangan lokal dan internasional agar terus berkembang. Perahu telah menjadi simbolis sejarah dan tradisi Indonesia yang sangat kuat sehingga bisa dijadikan sebagai salah satu ikon perjalanan bangsa Indonesia menuju masa depan. Perahu selalu menjadi benang merah dalam perkembangan kehidupan di Indonesia.

Desain paviliun Indonesia menampilkan gaya arsitektur modern dengan sentuhan elemen tropis. Struktur bangunannya memadukan bentuk geometris dinamis, material kayu, kaca, dan aksen alamiah yang mencerminkan harmoni antara tradisi dan kemajuan. Tulisan huruf Jepang “インドネシア” (artinya Indonesia) terpampang di fasad paviliun. Desain juga menjaga keharmonisan dan serasi dengan lingkungan tempat kegiatan Expo dan budaya Jepang secara keseluruhan.
Prinsip desain ramah lingkungan diterapkan melalui penggunaan sumber daya alam secara efisien untuk meminimalkan dampak lingkungan. Bentuk konkritnya melalui penggunaan kayu Plana yang tahan lama dan ramah lingkungan. Kayu ini terbuat dari 60 persen sekam padi, 30 persen plastik daur ulang dan 10 persen bahan tambahan bahan terbarukan dan dirancang untuk menggantikan kayu konvensional. Paviliun Indonesia dapat disebut mendukung prinsip 10 R: Rethink, Retrieve Energy, Reorganize, Replace, Reduce, Recycle, Reuse, Replant, Recover, dan Repair. Selain penggunaan material, desain juga berupaya memaksimalkan pencahayaan alami untuk mengurangi konsumsi energi.
Paviliun Indonesia sendiri terbagi menjadi 3 (tiga) area utama yaitu Area Nature, Culture dan Area Future yang memberikan nuansa, keindahan dan pengalaman berbeda dari pengunjung pada setiap area dan dilengkapi dengan teater mini dan ruang diskusi / meeting. Paviliun juga dilengkapi area outdoor dengan panggung untuk pertunjukan budaya secara berkala. Pertunjukan ini menampilkan keberagaman tradisi dan ekspresi seni Indonesia, memberikan pengalaman budaya yang menyeluruh dan mengesankan bagi setiap pengunjung.
Gagasan Paviliun Wisata NTT
Paviliun promosi wisata dan budaya NTT yang akan dibangun dalam berbagai bentuk baik paviliun, pusat informasi pariwisata ataupun restoran khas NTT oleh Pemerintah Provinsi NTT yang berkolaborasi dengan stake holder terkait dan diaspora NTT diharapkan dapat menjadi etalase dan menjadi wadah untuk menceritakan beragam kekayaan NTT. Keragaman itu berawal dari sejarah, warisan budaya, pariwisata, industri ekonomi kreatif dan inovasi daerah dalam membangun masa depan NTT yang lebih baik. Kehadiran paviliun juga menjadi bagian penting dari upaya diplomasi budaya, promosi ekonomi daerah dan memperkuat hubungan antar daerah dan luar negeri.
Desain arsitektur paviliun NTT sebagai tampilan visual pertama tentu harus mencerminkan kearifan lokal dalam nuansa mendukung pembangunan berkelanjutan seperti yang sudah diperlihatkan paviliun Indonesia pada World Expo 2025 Osaka. Bentuk paviliun dapat diciptakan dari berbagai pendekatan dan sudut pandang. Dari aspek geografis, NTT adalah provinsi kepulauan dengan potensi maritim yang besar. Tema pengembangan Wisata Bahari dan Tematik Khusus bertaraf Internasional di NTT untuk mendukung kebijakan nasional untuk mengembangkan Koridor Bali dan Nusa Tenggara sebagai super hub pariwisata dan ekonomi kreatif bertaraf internasional dapat menjadi konsep dasar untuk menghadirkan desain arsitektur paviliun. Keharmonisan dan selaras dengan tema atau visi dari kegiatan pameran dan konteks lokasi di mana paviliun akan dibangun perlu mendapat perhatian utama.
Desain bangunan paviliun terkini -belajar dari bangunan paviliun World Expo 2025- memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan melalui upaya penggunaan energi dan air yang efisien dan material yang ramah lingkungan. Bentuk – bentuk khas budaya NTT yang ada menjadi sumber inspirasi kemudian dipadukan dengan model paviliun modern yang menggambarkan kehidupan masa depan dan penggunaan material terbarukan yang ramah lingkungan.

Bentuk rumah adat atau tradisional yang dimiliki NTT sebanyak 14 ragam bentuk arsitektur (FT Arsitektur Unwira Kupang,2025) dapat menjadi pilihan utama baik dengan menghadirkan bentuk aslinya atau replika maupun dalam bentuk kontemporer. Ini ditunjang oleh ornamen motif daerah, motif kain tenun, alat hasil budaya daerah yang ada seperti alat musik, peralatan bertani, berlayar dan lainnya dapat menjadi inspirasi bentuk paviliun. Rumah adat di NTT secara garis besar untuk 3 pulau besar (Sumba, Flores dan Timor) mempunyai ciri rumah panggung, tritisan yang lebar dan dominasi pada atap. Rumah adat Sumba biasa disebut Uma Bokulu berarti rumah besar atau Uma Mbatangu artinya rumah menara. Rumah adat itu merupakan rumah bermenara yang dibangun dengan tiang utama dari batang pohon Aren dengan ketinggian dapat mencapai 30 meter, dilapisi dinding terbuat dari bambu dengan atap dari jerami. Sementara salah satu rumah adat di Flores adalah Mbaru Niang yaitu rumah khas suku Manggarai yang juga dapat menjulang sampai ketinggian 15 meter. Kemudian di Timor ada Rumah adat suku Belu yang juga memperlihatkan dominasi atap pada keseluruhan bangunan seperti rumah adat di Sumba dan Flores.

Kehadiran 2 ikon wisata utama NTT adalah Komodo dan Danau Tiga Warna Kelimutu tetap menjadi magnet utama yang dapat dipadupadankan sebagai bentuk atau mengisi panil ruang paviliun promosi. Bentuk hewan Komodo sudah diaplikasi sebagai bentuk bangunan Museum Komodo dan Jagat Satwa Nusantara di TMII Jakarta, sementara untuk Danau Tiga Warna Kelimutu menjadi panil utama mengisi ruang paviliun. Upaya lainnya adalah alat musik Sasando yang diaplikasikan sebagai bentuk arsitektur bangunan Kantor Gubernur NTT yang menjadi ikon baru Kota Kupang.

Penerapan teknologi digital juga dapat dipakai untuk melengkapi promosi wisata dan budaya di paviliun yang terkadang menempati area yang kecil sehingga ada keterbatasan dalam penyajian informasi. Beberapa cara yang dapat ditempuh melalui tampilan screen layer digital raksasa untuk video presentasi baik pada dinding dan plafon, fasilitas teknologi AR (Augmented Reality) dan VR (Virtual Reality) yang akan menghadirkan pengalaman destinasi wisata NTT. Bentuk lain adalah foto digital seperti yang ditampilkan Paviliun Indonesia pada pameran arsitektur dunia, Venice Architecture Biennale di Venice, Italia tahun 2018. Pada saat itu ditampilkan foto digital berbagai arsitektur Indonesia sesuai tema pameran, disertai barcode yang apabila dihubungkan dengan aplikasi piranti lunak tertentu akan menghadirkan gambar 360 derajat dari bangunan tersebut.
Dokumentasi Foto Depan : Istimewa