Desa Wisata Untuk Pengembangan Ekonomi Lokal di NTT
Paul J. Andjelicus
Perencana Madya (Spasial) Dinas Parekraf Provinsi NTT
Bicara tentang desa wisata, maka akan ditemukan potensi dan keunikan yang menjadi daya tarik yang khas. Setiap desa wisata dengan keanekaragaman, keunikan dan potensi adalah mozaik yang membentuk wajah pariwisata Indonesia yang ramah, berbudaya dan berkelanjutan. Desa wisata dapat disebut sebagai Harapan dan Pilar Masa Depan Pariwisata Indonesia.
Pengembangan desa wisata di Nusa Tenggara Timur (NTT) terus menjadi prioritas dalam 10 tahun terakhir. Melalui Program Strategis Dasa Cita : Ayo Bangun NTT dari Gubernur dan Wakil Gubernur NTT Periode 2025 – 2029, pengembangan desa wisata dilakukan untuk mendukung Dasa Cita 3 : “Wisata NTT Penggerak Ekonomi Lokal”. Secara teknis Dasa Cita 3 dilakukan melalui perkuatan ekowisata dan wisata budaya berbasis komunitas, menampilkan jati diri dan pesona NTT kepada dunia. Memperkuat daya saing destinasi wisata dan desa wisata melalui pengembangan pariwisata berkelanjutan agar dapat meningkatkan kunjungan wisatawan untuk menggerakkan industri pariwisata di NTT.
Saat ini tercatat sekitar 534 desa wisata di NTT (Dinas Parekraf NTT,2024) dari sekitar 3137 desa di NTT ( Dinas PMD NTT,2024). Setiap desa wisata memiliki keunikan alam dan budaya yang beragam, sehingga dapat menawarkan pengalaman wisata yang berbeda. Peluang desa wisata NTT menjadi target wisatawan termasuk wisatawan mancanegara (wisman) sangat terbuka karena setelah Pandemi Covid-19, terjadi pergeseran segmentasi pariwisata, di mana wisatawan lebih memilih tempat wisata yang aman, nyaman, membutuhkan keheningan dan menikmati keindahan alam (back to nature). Peluang ini yang akan ditawarkan desa wisata di NTT kepada dunia.
Dari sekian banyak desa wisata yang ada, terdapat beberapa desa wisata yang dapat dijadikan model pengembangan desa wisata lainnya di NTT. Menjadi semacam benchmarking, agar semua desa wisata di NTT dapat berkembang dan berkontribusi bagi pengembangan ekonomi lokal.
Paling depan ada Desa Wisata Waturaka di Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende. Waturaka menjadi pionir desa wisata NTT karena menjadi Desa Ekowisata terbaik di NTT tahun 2017 oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Keunikan yang dimiliki adalah potensi pertanian holtikultura, panorama keindahan alam, udara bersih dan berhawa dingin yang dipadukan dengan nilai-nilai kearifan budaya yang sakral dan luhur. Desa ini menjadi salah satu pusat penelitian dalam transformasi budaya di dunia dan menjadi tempat belajar dari desa wisata lainnya di NTT. Konsep wisata berbasis komunitas (community based tourism), dilakukan dengan partisipasi wisatawan dalam kegiatan yang menjadi bagian keseharian masyarakat seperti aktivitas pertanian dan kegiatan adat setempat. Desa ini juga telah menerapkan teknologi digital dalam pertanian, melalui pembangunan green house (rumah kaca) modern untuk pengembangan sayuran dan buah seperti melon dan seledri. Rumah kaca dilengkapi dengan sistem otomatis untuk mengatur suhu, kelembapan dan penyiraman, sehingga petani mengelola proses pertanian dengan efisien dan akurat. Selain itu, penggunaan cocopeat (media tanam dari sabut kelapa) dalam budidaya melon ini membuka peluang ekonomi baru, mengingat sabut kelapa di daerah tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal.


Suasana kebersamaan dan keceriaan wisatawan dan warga setempat saat terlibat langsung dalam panen padi di Desa Wisata Waturaka, Ende dan Panen perdana Melon Emas (Varietas Alia F1) hasil inovasi pertanian berbasis teknologi. Sumber : Istimewa
Berikutnya adalah Kampung Wae Rebo, di Desa Satar Lenda, Kecamatan Satar Mese Barat Kabupaten Manggarai yang menjadi salah satu desa wisata unggulan dan favorit wisatawan khususnya wisman setelah meraih Award of Excellence, dalam UNESCO Asia-Pacific Awards for Heritage Conservation 2012 di Bangkok. Berada pada ketinggian sekitar 1.100 m dpl. Waerebo merupakan sebuah kampung terpencil yang dikelilingi pegunungan dan panorama hutan tropis lebat sehingga sering disebut Surga di atas Awan. Wisatawan dapat bermalam di rumah adat berbentuk kerucut yang disebut Mbaru Niang dan diajak terlibat dalam berbagai tradisi masyarakat setempat yang memberikan pengalaman baru.


Kampung “Kerucu”t Waerebo, Kampung adat wisata di Desa Wisata Saterlenda, Kabupaten Manggarai dan mendapat julukan “Surga di atas Awan” Sumber : Istimewa
Dari Kabupaten Ngada, ada Kampus Bambu sebagai pusat pengembangan bambu pertama di Flores yang terletak di Desa Ratugesa Kecamatan Golewa. Desa ini berdekatan dengan Desa Wisata Wogo yang ditetapkan sebagai Desa Ekowisata berbasis budaya di Kabupaten Ngada. Kampus yang terletak di Kawasan Turetogo ini menjadi salah satu tujuan wisata tematik bambu. Kampus ini menjadi tempat belajar bambu dan wisata bambu. Aktivitas yang dilakukan meliputi pembibitan dan pembesaran bambu yang mengusung konsep hutan bambu lestari, pengawetan dan konstruksi bambu untuk menghasilkan material bambu dan produk lanjutannya. Masyarakat setempat yang sebagian besar mempunyai kebun bambu, dilatih cara panen yang tepat, pembibitan untuk kesinambungan dan dilatih menghasilkan berbagai produk kreatif inovatif yang memberikan nilai tambah ekonomi untuk meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat.
Adanya Festival Wolobobo secara berkala, turut membantu promosi produk bambu dan berbagai produk UMKM dari Kabupaten Ngada. Festival yang masuk agenda Kharisma Event Nusantara (KEN) oleh Kementerian Pariwisata ini, pada tahun 2025 mengangkat tema Kopi, Bambu dan Tenun. Salah satu lokasi festival berada di Kampus Bambu Turetogo dengan beragam kegiatan yang terdiri dari edukasi bambu, talk show bambu dan wisata belanja. Wisata belanja dilakukan di pasar yang menampilkan ragam produk khas daerah seperti pangan lokal, kerajinan tangan dari bambu, tenun ikat, kuliner tradisional, kopi khas Bajawa, serta berbagai atraksi budaya. Tak hanya itu, pengunjung juga diajak menikmati trekking melintasi mata air, hutan bambu, hingga situs megalitik Kampung Wogo. Uniknya transaksi pembelian dilakukan dengan koin bambu sebanyak 20.000 koin yang ditukarkan pengunjung di pintu gerbang pasar. Setiap koin dihargai Rp 2000 yang dapat dipakai untuk berbelanja setiap produk yang ada.


Kompleks Kampus Bambu Turetogo dan kegiatan Wisata belanja menghadirkan produk lokal setempat dengan transaksi mengunakan koin bambu
Sumber : Istimewa
Sementara dari pulau Sumba, ada Desa Wisata Ratenggaro di Kecamatan Kodi Bangedo Kabupaten Sumba Barat Daya. Desa ini menawarkan keindahan rumah tradisional khas Sumba dengan atap berbentuk prisma yang tinggi di atas ruang persegi yang lebih besar sebagai ruang tamu. Dinding luar bangunan selalu dihiasi dengan tengkorak kerbau. Kemudian terdapat sekitar 304 kubur batu yang selalu ditemukan di dekat rumah-rumah, dengan struktur seperti meja dari batu-batu besar, yang sering kali diukir dan dihiasi dengan sesajen atau patung di atasnya, serta tengkorak. Setiap kuburan batu mempunyai pahatan dan ukuran yang berbeda-beda dengan kesan magis yang mendalam oleh peninggalan para leluhur yang telah berusia berabad-abad.


Pemandangan permukiman adat Ratenggaro dengan bangunan tradisional khas Sumba, keindahan kawasan sekitar dan kubur batu zaman megalitikum
Sumber : Istimewa
Dari sejumlah narasi desa wisata NTT di atas, dapat disimpulkan bahwa potensi pengembangan desa wisata di NTT sangat besar karena memiliki keunikan yang dapat ditawarkan kepada pengunjung dan wisatawan baik alam dan budaya. Keindahan alam pantai, lembah dan pegunungan setiap desa wisata yang ada di NTT dilengkapi dengan keunikan budaya seperti upacara adat, tarian tradisional, kerajinan tangan, hingga kuliner khas menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan nusantara maupun mancanegara. Tradisi bukan hanya warisan masa lalu, melainkan identitas yang membentuk jati diri masyarakat desa sehingga pelestarian tradisi tetap menjadi komitmen utama dalam pengembangan desa wisata. Keunikan ini yang diharapkan menjadi magnet wisatawan untuk berwisata ke desa wisata yang ada di NTT.
Pengembangan desa wisata yang tepat akan meningkatkan daya tarik dan minat wisatawan untuk berkunjung yang berkontribusi bagi peningkatan kunjungan wisatawan. Peningkatan kunjungan pada akhirnya memberikan harapan terhadap peningkatan ekonomi lokal. Produk dan jasa yang disediakan seperti homestay, kuliner, transportasi, hingga kerajinan tangan akan terjual sehingga ada peningkatan pendapatan masyarakat lokal. Dukungan promosi termasuk berbagai festival yang diselenggarakan baik langsung di desa wisata maupun di kota ternyata dapat memberikan manfaat bagi berputarnya roda industri pariwisata dan ekonomi kreatif. Masyarakat desa wisata memiliki sumber pendapatan tambahan di samping pendapatan utama dari pertanian.
Inovasi dan kreativitas dalam pengembangan desa wisata menjadi kunci keberhasilan dan dilakukan berdasarkan potensi dan keunikan yang dimiliki dengan menggabungkan keindahan alam, keunikan sosial budaya dan potensi ekonomi kreatif untuk menghasilkan produk unggulan lokal yang memberikan nilai tambah ekonomi. Pengembangan tersebut dapat dilakukan dengan mempelajari pengalaman kreativitas dan inovasi desa wisata yang sudah ada di NTT seperti yang dinarasikan di atas.
Dokumentasi foto : Istimewa Kupang, 14 November 2025
